Benarkah Setiap Ajaran Baru Dalam Agama Islam Itu Adalah Sesat

Pangandaran Mengaji - Benarkah Setiap Ajaran Baru Dalam Agama Islam Itu Adalah Sesat

Salah kaprah dalam menghukumi sesuatu adalah perkara yang terkadang membuat sebuah permasalahan bertambah runyam, apalagi jika pelaku salah kaprah ini adalah oknum yang memang tidak memiliki ilmu alias jahil tentang agama.

Jika berbicara tentang tema "Bid'ah", ilmu dan sikap wara' adalah kunci utama bagi seorang hamba untuk bisa bersikap adil dan tidak melampaui batas terhadap hamba-hamba Allah. Ditambah lagi, pembahasan seputar bid'ah ini adalah pembahasan yang sudah pernah disinggung oleh para ulama terdahulu sebelum kita.

Apa kesimpulannya?
Benarkah seluruh bid'ah itu adalah kesesatan?
Atau ada sebagian bid'ah yang tidak sesat?

Sebelum menjawabnya, ada baiknya kita merenungi dan mentadabburi firman Allah yang menuntun kita agar kembali kepada Allah dan Rasul-Nya ketika terjadinya perselisihan, Allah Ta'aala berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً)

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri diantara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59)

Ya, kita sebagai hamba-hamba Allah Ta'aala yang beriman kepada-Nya diwajibkan untuk kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berselisih dalam suatu perkara.

Bukan malah lebih mengedepankan logika atau hawa nafsu yang bertentangan dengan al-Quran dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'aala berfirman:

(وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)

“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” (QS. Al An’am: 153).

Benarkah semua bid'ah adalah kesesatan?

Jawabannya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

sebagaimana dalam hadits al-Irbadh bin Saariyah -radhiyallahu 'anhu-:

((فعليكم بسنَّتي، وسُنة الخلفاء الراشدين المهديين، تمسكوا بها، وعَضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومُحدَثاتِ الأمور؛ فإن كلَّ مُحدَثة بدعة، وكلَّ بدعة ضلالة))؛ رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح، ورواه ابن ماجه.

"Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin yang mendapatkan pentunjuk, berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham, berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara baru itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah kesesatan." (HR. Tirmidziy, dan ia berkata; "hadits hasan shahih", juga diriwayatkan oleh Ibmu Majah)

Hadits ini merupakan salah satu dalil yang dijadikan landasan oleh para ulama yang mengatakan setiap bid'ah adalah kesesatan.

Demikianlah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam perkara ini, beliau menjelaskan bahwasanya setiap bid'ah itu adalah kesesatan, tanpa merinci dan tanpa menyebutkan pengecualian.

Untuk menyanggah dan meninggalkan sabda tersebut, sebagian oknum pecandu bid'ah berdalih dengan firman Allah Ta'aala dalam surah al-Kahfi ayat 79 :

وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا

"Dan di hadapan mereka ada seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu secara paksa."

Para penganut bid'ah mengatakan:

"dalam ayat ini ada kata "كل سفينة" kullu safiinatin (setiap perahu), tapi faktanya sang Raja tidak mengambil setiap perahu yang lewat, ia hanya mengambil perahu yang tidak rusak. Ini menunjukkan bahwasanya lafadz "كل" kullu tidak selalu bermakna seluruh perkara, sama seperti hadits "كل بدعة ضلالة" kullu bid'atin dhalalah (setiap bid'ah itu adalah kesesatan), hadits ini tidaklah bermakna seluruh bid'ah adalah kesesatan."

Benarkah demikian?

Simak jawaban para ulama ahli tafsir terkait ayat yang dimaksud:

Al-Imam Abu Jakfar ath-Thabariy -rahimahullah- berkata:

وقوله: ( يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ) فيقول القائل: فما أغنى خَرْق هذا العالم السفينة التى ركبها عن أهلها، إذ كان من أجل خرقها يأخذ السفن كلها، مَعِيبها وغير معيبها، وما كان وجه اعتلاله في خرقها بأنه خرقها، لأن وراءهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا؟ قيل: إن معنى ذلك، أنه يأخذ كل سفينة صحيحة غصبا، ويدع منها كلّ معيبة، لا أنه كان يأخذ صحاحها وغير صحاحها. فإن قال: وما الدليل على أن ذلك كذلك؟ قيل: قوله : ( فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا ) فأبان بذلك أنه إنما عابها، لأن المعيبة منها لا يعرض لها، فاكتفى بذلك من أن يقال: وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة صحيحة غصبا ، على أن ذلك في بعض القراءات كذلك.
حدثنا الحسن بن يحيى، قال: أخبرنا عبد الرزاق، قال: أخبرنا معمر، عن قتادة، قال: هي في حرف ابن مسعود: ( وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة صالحة غصبا).

Firmannya: يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْب "seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu secara paksa.", maka seorang akan bertanya: apa yang dimaksud dari perbuatan sang alim yang melubangi perahu yang mereka naiki, karena maksud dari pelubangan itu agar sang Raja mengambil seluruh perahu baik yang cacat maupun yang bagus, maka apa sisi pengrusakan perahu tersebut karena di hadapan mereka ada seorang raja yang mengambil seluruh perahu secara paksa?
Maka dijawab; sesungguhnya makna hal tersebut bahwasanya sang Raja mengambil setiap perahu yang bagus secara paksa dan meninggalkan setiap perahu yang rusak,

dan bukan maknanya ia mengambil seluruh perahu yang bagus maupun yang tidak bagus, kalau ada yang berkata; apa dalil dari hal itu?, maka dijawab; firman Allah Ta'aala " فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا" (aku bermaksud merusaknya),

maka ia menjelaskan bahwasanya ia hanya ingin merusaknya, karena perahu yang cacat tidak akan diambil (oleh sang Raja), maka dengan hal itu sudah cukup tanpa harus menyebutkan

"Dan di hadapan mereka ada seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu yang shahihah (bagus) secara paksa."

Hal demikian itu berdasarkan pada sebagian qiraah.

Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Yahya, ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq, ia berkata telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Qatadah, ia berkata: ia berdasarkan qiraah (bacaan) Ibnu Mas'ud:

وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة صالحة غصبا)

"Dan di hadapan mereka ada seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu shalihah (yang bagus) secara paksa."

Al-Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata:

((أما السفينة فكانت لمساكين يعملون في البحر فأردت أن أعيبها وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا))
"هذا تفسير ما أشكل أمره على موسى ، عليه السلام ، وما كان أنكر ظاهره وقد أظهر الله الخضر ، عليه السلام ، على باطنة فقال إن : السفينة إنما خرقتها لأعيبها ؛ [ لأنهم كانوا يمرون بها على ملك من الظلمة ) يأخذ كل سفينة ) صالحة ، أي : جيدة ) غصبا ) فأردت أن أعيبها ] لأرده عنها لعيبها ، فينتفع بها أصحابها المساكين الذين لم يكن لهم شيء ينتفعون به غيرها . وقد قيل : إنهم أيتام . "

"Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerjs di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu (yang bagus)." (Al-Kahfi: 79)

Ini adalah penjelasan perkara yang menjadi masalah bagi Musa 'alaihissalam, dan sesuatu yang ia ingkari lahiriyyahnya telah Allah tampakkan bathinnya bagi Khadhir 'alaihissalam, ia berkata; sesungguhnya perahu yang aku lubangi untuk mencacatkannya, karena mereka akan melewati seorang Raja yang dzalim yang akan mengambil secara paksa setiap perahu yang baik, yaitu (perahu) yang bagus, maka aku pun ingin mencacatkannya, agar aku bisa menghalanginya dari mengambilnya karena cacat tersebut, maka para pemilik perahu yang miskin itu pun mengambil manfaat dari perahu itu, yang sebelumnya mereka tidak memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi mereka selain perahu tersebut. Ada yang mengatakan mereka adalah anak-anak yatim."

Syaikh Muhammad al-Amiin asy-Syinqithiy -rahimahullahu- berkata:

قوله تعالى : وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة غصبا
، ظاهر هذه الآية الكريمة أن ذلك الملك يأخذ كل سفينة ، صحيحة كانت أو معيبة ، ولكنه يفهم من آية أخرى أنه لا يأخذ المعيبة ، وهي قوله : فأردت أن أعيبها، أي : لئلا يأخذها ، وذلك هو الحكمة في خرقه لها المذكور في قوله : حتى إذا ركبا في السفينة خرقها، ثم بين أن قصده بخرقها سلامتها لأهلها من أخذ ذلك الملك الغاصب ; لأن عيبها يزهده فيها ; ولأجل ما ذكرنا كانت هذه الآية الكريمة مثالا عند علماء العربية لحذف النعت ، أي : وكان وراءهم ملك يأخذ كل سفينة صحيحة غير معيبة بدليل ما ذكرنا .

Firman Allah Ta'aala: "Dan di hadapan mereka ada seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu secara paksa." Lahiriyyah ayat yang mulia ini bahwasanya sang Raja mengambil setiap perahu, baik yang bagus atau yang cacat(rusak), akan tetapi dipahami dari ayat yang lain, bahwasanya sang Raja tidaklah mengambil perahu yang cacat (rusak), yaitu pada firman Allah

فأردت أن أعيبها

"aku bermaksud merusaknya", maksudnya; agar ia tidak mengambilnya, dan itu merupakan hikmah ketika ia melubanginya, yang disebutkan dalam firman-Nya:

حتى إذا ركبا في السفينة خرقها

"Sehingga tatkala mereka berdua menaiki perahu lalu dia melubanginya.."

Kemudian ia menjelaskan bahwa tujuan ia melubangi perahu itu adalah agar perahu itu selamat untuk pemiliknya dari rampasan Raja yang akan merampasnya, karena aib perahu itu akan mencegahnya, berdasarkan apa yang telah kami sebutkan; ayat yang mulia ini menjadi contoh bagi ulama bahasa Arab dalam masalah penghapusan na'at (sifat), maksudnya; "Dan di hadapan mereka ada seorang Raja yang akan mengambil setiap perahu yang bagus yang tidak cacat" berdasarkan dalil yang telah kami sebutkan." (Adhwaa al-Bayaan)
Dari penjelasan tiga ulama di atas, terungkaplah jawaban dari syubhat yang dilontarkan oleh penganut bid'ah dari ayat yang dimaksud.

Ayat yang dimaksud tidak dapat dijadikan dalil untuk mendukung bid'ah hasanah, karena lafadz "kulla safinatin" (setiap perahu) yang dimaksud dalam ayat di atas adalah "kulla safinatin hasanatin" (setiap perahu yang bagus) berdasarkan qorinah (indikasi) pada ayat sebelumnya.

Dengan kata yang lebih mudah dipahami; jika seandainya sang Raja tersebut mengambil seluruh perahu, baik perahu yang bagus atau yang rusak, niscaya perbuatan Khidhir -'alaihissalam- terhadap perahu itu tidak berpengaruh sama sekali.

Kata "kullu" dalam ayat ini tidak dapat diertikan "setiap perahu" karena adanya indikasi lain yang menunjuklan bahwasanya sang Raja hanya mengambil perahu yang bagus saja. Hal ini berbeda dengan kata "kullu bid'atin dhalalah" (setiap bid'ah adalah kesesatan), karena tidak adanya qorinah (indikasi) yang mengarahkan bahwa yang dimaksud adalah bid'ah sayyi'ah (bid'ah yang jelek) saja, karena seandainya yang dimaksud adalah bid'ah yang jelek saja, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

Oleh karena itu, kita mendapati ucapan para Shahabat -radhiyallahu 'anhum- yang memahami bahwasanya ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "kullu bid'atin dhalalah" adalah setiap bid'ah itu adalah kesesatan, diantaranya adalah ucapan berikut ini:

Ucapan Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhuma-:

"كلُّ بدعةٍ ضلالة وإن رآها الناس حَسنة"

"Setiap bid'ah itu adalah kesesatan walaupun manusia menganggapnya baik"
(Sanad atsar ini shahih sebagaimana yang dikatakan oleh al-Albaniy dalam takhrij beliau terhadap kitab Ishlaah al-Masaajid)

Ucapan Mu'adz bin Jabal -radhiyallahu 'anhu-:

"إياكم وما ابتُدع؛ فإن ما ابتُدع ضلال"

"Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya perkara yang diada-adakan itu adalah kesesatan." (HR. Abu Dawud, no. 4611)

Al-Imam Abu Hanifah -rahimahullah-:

" عليك بالأثر وطريقة السلف, وإياك وكل محدثة فإنها بدعة"

"Wajib bagimu berpegang teguh dengan atsar dan jalan as-Salaf (para Shahabat), dan berhati-hatilah engkau dari setiap perkara baru (dalam agama), karena sesungguhnya ia adalah bid'ah." (Dzamm at-Ta'wiil, hal.13)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- berkata:

" أصول السنّة عندنا التمسك بما كان عليه أصحاب رسول الله - عليه الصلاة والسلام - والاقتداء بهم وترك البدع، وكل بدعة فهي ضلالة "

"Pokok Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan perkara yang para Shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada diatasnya, dan menjadikan mereka sebagai panutan dan meninggalkan bid'ah-bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (Dzamm at-Ta'wiil, hal. 32)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata:

"أكثر ما في هذا تَسميةُ عمر رضي الله عنه تلك بدعة، مع حُسْنها، وهذه تسمية لُغويَّة، لا تسمية شرعيَّة؛ وذلك لأنَّ البدعة في اللغة تَعمُّ كل ما فُعل ابتداءً من غير مثالٍ سابق، وأما البدعة الشرعية، فما لم يدل عليه دليل شرعي"؛ انظر: "اقتضاء الصراط المستقيم"

"Kebanyakan dalam perkara ini adalah penamaan dari Umar -radhiyallahu 'anhu- tentang bid'ah tersebut, bersamaan dengan baiknya, dan ini merupakan penamaan (bid'ah) secara bahasa (etimologi) bukan penamaan secara syar'i (terminologi), hal itu disebabkan karena bid'ah secara bahasa mencakup seluruh perkara yang dikerjakan pertama kali tanpa adanya contoh sebelumnya, adapun bid'ah secara syari'at maka segala sesuatu yang tidak ditunjuki oleh dalil syar'iy." Iqtidhaa ash-Shirath al-Mustaqim, hal.59)

Ibnu Rajab al-Hanbali -rahimahullah- berkata:

"ما وقع في كلام السَّلف من استحسان بعضِ البدع، ذلك في البدع اللغوية لا الشرعية"

"Apa yang terjadi pada ucapan ulama terdahulu yang menganggap baik sebagian bid'ah, maka itu adalah bid'ah secara bahasa bukan bid'ah secara syar'iy." (Jaami' al-'Uluum wa al-Hikam: 1/266

Juga ucapan beliau:

"((كل بدعة ضلالة)) من جَوامع الكلم، لا يَخرجُ عنه شيء، وهو أصل عظيم من أصول الدين"

"Kullu bid'atin dhalalah (setiap bid'ah adalah kesesatan) termasuk dari jawaami' al-kalim (ucapan ringkas yang universal), tidak ada sesuatu pun yang keluar darinya, dan ia merupakan pondasi agung dari pondasi-pondasi agama." (Jaami' al-'Uluum wa al-Hikam: 1/266)

Imam asy-Syathibiy -rahimahullah- berkata:

- وقال الشاطبيُّ: "قول النبيِّ صلى الله عليه وسلم: ((كل بدعة ضلالة)) محمولٌ عند العلماء على عمومه، لا يُستثنى منه شيء ألبتة، وليس فيها ما هو حسنٌ أصلاً؛ إذ لا حسن إلا ما حسَّنه الشرع، ولا قبيح إلا ما قبَّحه الشرع، فالعقل لا يحسِّن ولا يقبِّح؛ وإنما يقول بتحسين العقل وتقبيحه أهلُ الضلال."

"Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; "kullu bid'atin dhalalah", dibawa kepada makna umum menurut para ulama, tidak dikecualikan suatu perkara sedikitpun, dan tidak ada yang baik dalam bid'ah tersebut, karena tidak ada yang baik kecuali apa yang dianggap baik oleh syariat, dan tidak ada perkara yang buruk kecuali apa yang dianggap buruk oleh syariat. Maka akal tidak boleh menganggap baik dan buruk, karena hanya orang yang sesat yang mengatakan akal itu boleh menganggap baik dan buruknya suatu perkara."

(Fatawa al-Imam asy-Syathibiy: 180-181)

Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat, bârakallâhu fîkum
Abu Zakariyya Muhammad Thamrin At-Tawawy

Dapatkan update artikel terbaru dengan memasukkan alamat email anda dibawah ini:

2 Responses to "Benarkah Setiap Ajaran Baru Dalam Agama Islam Itu Adalah Sesat "

  1. Masya Allah sangat puas dengan penjelasannya dengan dalil dalil

    Syukron , ana izin ikut share

    ReplyDelete
    Replies
    1. Na'am silahkan semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

      Delete

klik disini